I.
LANDASAN
TEORI
A) Teori
Erikson
Bermain
adalah salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi
anak. Erikson menggambarkan perkembangan pribadi yang sehat dan bagaimana
perkembangan emosi anak berhubungan dengan interaksinya di lingkungan keluarga,
sekolah, dan konteks budaya tempat mereka tinggal.
Dalam
teorinya, Erikson memasukkan anak usia sekolah ke dalam tahapan konflik
psikososial: industry (ketekunan) versus inferiority (inferioritas). Pada tahapan ini, prakarsa anak- anak
membawa mereka terlibat dalam kontak dengan pengalaman-pengalaman baru. Anak mengalami proses dimana orientasinya adaalah
berupa tujuan yang ingin dicapai. Sehingga anak akan berusaha untuk menekuni
aktivitas yang dilakukannya, termasuk juga aktivitas bermain. Ketekunan yang
dilakukan oleh anak adalah semata-mata karena ingin memperlihatkan bahwa ia
berkompeten dalam mengerjakan suatu kegiatan dan ingin menjadi pusat perhatian.
Perasaan berkompeten ini, menimbulkan kebanggaan tersendiri pada anak tersebut.
Namun sebaliknya, jika anak merasa dirinya tidak berkompeten, maka perasaan
inferior lah yang muncul dan dapat menimbulkan kemalasan pada diri anak
tersebut.
Misalkan,
si A dan si B memiliki perbedaan pendapat tentang diri mereka masing-masing. Si
A merasa memiliki kemampuan & berkompeten dalam bermain bola yang bisa
dibanggakan, sedangkan si B merasa tidak memiliki kemampuan & tidak
berkompeten dalam bermain bola. Jika demikian, maka si A biasanya akan terus
melatih keahliannya dalam bermain sepak bola dengan tekun. Adapun si B, lebih
besar kemungkinannya untuk mengembangkan rasa malas untuk bermain sepak bola
karena perasaan inferioritasnya.